Belajar Oenologi Santai: Trik Tasting yang Bikin Lidah Lebih Peka
Aku bukan sommelier, tapi suka minum dan—lebih penting—suka bertanya kenapa segelas wine bisa bikin momen berubah. Oenologi terdengar berat dan ilmiah. Padahal, banyak hal asyik yang bisa dipelajari sambil santai di rumah. Di sini aku kumpulin trik-trik tasting yang gampang diikutin, plus sedikit cerita pribadi supaya nggak kaku. Siap? Angkat gelas dulu.
Kenalan dulu: apa itu oenologi?
Oenologi pada dasarnya adalah ilmu tentang wine: dari kebun anggur, fermentasi, sampai bagaimana rasa akhirnya di gelas. Kalau dibikin ringkas, oenologi itu gabungan antara botani, kimia, dan seni mencicip. Pengetahuan ini membantu kita memahami kenapa suatu wine terasa asam, kenapa ada tanin, atau apa yang dimaksud dengan “bukukan buah merah”.
Kamu nggak perlu kursus formal untuk mulai peka. Cukup tahu istilah dasar dan sering praktek. Kalau mau yang lebih serius, ada banyak pusat belajar—aku pernah mampir baca materi ringan di oenologycentre dan banyak ide latihan yang bisa dicoba di rumah.
Teknik dasar tasting (yang gampang diikutin)
Tasting ada tiga langkah utama: lihat (sight), cium (smell), rasa (taste). Simpel, tapi tiap langkah punya triknya sendiri:
– Lihat: perhatikan warna, kejernihan, dan viskositas. Wine yang lebih tua biasanya warnanya lebih keemasan (putih) atau bata (merah).
– Cium: lakukan dua kali, ortonasal (saat menghirup dari gelas) dan retronasal (saat menelan, aromanya naik lewat hidung). Putar gelas perlahan supaya aroma keluar. Jangan buru-buru.
– Rasa: fokus pada unsur utama—asidosis, tannin, alkohol, body, dan finish. Coba deskripsikan sensasi di lidah: apakah seperti rasa lemon segar, ceri, cokelat, atau kayu manis?
Catatan praktis: pakai gelas yang pas. Bentuk gelas mempengaruhi aroma. Suhu juga penting—putih dingin, merah lebih dekat ke suhu ruang. Kalau bingung, mulai saja dengan dua gelas berbeda untuk dibandingkan langsung.
Trik santai supaya lidah lebih peka
Ini bagian favoritku: latihan kecil yang sebenarnya menyenangkan. Beberapa trik yang pernah kubuat sendiri:
– Latihan aroma: sediakan toples kecil atau stoples rempah (kopi, vanila, jeruk, basil, lada). Tutup, cium, buka, ulangi. Setelah beberapa minggu, otak mulai mengenali aroma di wine lebih cepat.
– Blind tasting di rumah: tutupi label botol, minta teman pilihkan dua botol berbeda. Tugasmu: tebak varietal, rasa dominan, dan apakah minyaknya terasa manis atau kering. Ini bikin persepsi lebih tajam.
– Bandingkan varietas: misalnya coba dua Sauvignon Blanc dari kebun berbeda. Bandingkan acidity dan aroma buah. Perbedaan kecil akan terlihat setelah beberapa kali latihan.
– Palate cleanser: roti tawar atau air membantu reset rasa di mulut antar sampel. Jangan ambil makanan berlemak dulu karena bisa melapisi lidah.
Cerita kecil: kencan dengan Pinot (dan pelajaran berharga)
Pernah suatu malam aku ajak pasangan tasting santai. Pilihanku Pinot Noir tua, si dia pilih sesuatu yang lebih berani—Syrah. Kita duduk, bicaranya ringan. Setelah beberapa teguk, aku baru sadar: pengalaman terasa lebih dalam saat kita berbagi deskripsi. Dia bilang “ada aroma tanah basah”, aku bilang “ada cherry kering”. Kita saling tambahin kata dan jadi lebih peka bareng.
Dari situ aku belajar dua hal: pertama, bicara soal wine membuat otak bekerja memori aroma lebih cepat. Kedua, jangan malu mengungkapkan apa yang kamu rasakan—bisa jadi unik dan benar.
Oenologi bukan kompetisi. Ini soal rasa, cerita, dan latihan. Catat apa yang kamu sukai dan kenapa. Suatu hari, ketika mencicipi wine yang sama lagi, kamu bakal terkejut melihat betapa peka lidahmu telah berubah.
Kalau mau lanjut, buat jurnal tasting sederhana: tanggal, nama wine, tiga kata utama untuk aroma, tiga kata untuk rasa, dan nilai kecil untuk kesan keseluruhan. Ulang terus. Pelan-pelan, ilmumu akan mengembang—tanpa tekanan, cukup dengan rasa penasaran dan beberapa trik sederhana.
Selamat mencoba. Angkat gelas, hirup dalam-dalam, dan biarkan proses belajar ini jadi bagian kecil yang menyenangkan dalam hidupmu.